Entri Populer

Jumat, 14 September 2012

sekedar curhat


Sungguh saya merasa tidak nyaman ketika memang bekerja tidak sesuai backgroundnya. Tetapi hal tersebutharus  segera dihilangkan karena ketika ingin skses maka harusperbanyaklah ilmu yang dicari. Bahkan dalam ajaran Islam pun menuntut ilmu sampai akhir hayat adalah kewajiban. Dari seorang sarjana hukum harus tahu pula pola desain site plan yang berdasarkan autocad yang baru pertama kali memegangnya. Jujur saja sesuatu yang sangat baru membut saya menjadi linglung karena banyaknya vector yang harus dipelajari supaya memahami autocad itu seperti apa. Ditambah dengan Buku Rencana Proyek yang menjelimet memadukan semua bidang baik dari teknik sipil, akuntansi, pemasaran dan hukum itu sendiri, benar benar hamper dibuat Knock Out olehnya.

Namun dalam era globalisasi seperti sekarang seorang pekerja dituntut harus ahli diberbagai bidang termasuk aplikasi teknologi yang memang sangat berkembang saat ini. Jadi bagi anda yang masih sekolah aatau kuliah janganlah bangga akan satu disiplin ilmu saja tetapi pelajari ilmu yang lain juga walau tidak menjadi expert, setidaknya anda belajar terus menerus .

Selamat siang lanjutkan pekerjaan anda dan belajar anda

Kamis, 13 September 2012

Analogi Filsafat Ilmu


Analogi Antisipasi
1.    Seperti halnya tubuh manusia yang membutuhkan makanan, mesin pun membutuhkan bahan bakar.
2.    Seperti halnya manusia yang memiliki batas usia, mobil juga memiliki batas usia pemakaian.
3.    Reaksi fusi inti atom serupa dengan hubungan kausalitas perilaku manusia.
4. Konstruksi relatif peran komponen pada sistem elektronik sama halnya dengan peran jaringan pembentuk sistem organ tubuh manusia.
5.  Jalan sebagai salah satu sub sistem dari transportasi sama halnya dengan ibadah sebagai perantara mencapai tujuan agama.

Analogi Retrosipasi
1.    Ilmu hukum seperti halnya benda cair yang bentuknya selalu menyesuaikan tempat.
2.    Kehidupan manusia di dunia bagaikan roda yang berputar.
3.    Ilmu yang tidak diamalkan bagai pohon yang tak berbuah.
4.    Manusia dipengaruhi oleh lingkungannya. Seperti anak singa yang dibesarkan di lingkungan kura-kura  pun akan bertingkah seperti kura-kura.
5. Kompetisi antar manusia sama halnya dengan kompetisi hewan untuk bertahan hidup di tengah belantara namun dengan cara yang berbeda.


Analogi Aspek Ragam
1.    Makin tinggi pohon menjulang, makin kencang angin berhembus.
2.    Konstitusi negara serupa dengan kitab suci agama bagi penganutnya.
3. Psikoanalisis yang membahas id, ego, dan super ego, sama dengan psikologi remaja yang   mengkonstruk perilaku remaja dari mulai kanak-kanak.
4.    Stratifikasi sosial seperti halnya pembentukkan kasta baru.
5.    Nietzsche yang mengatakan tuhan telah mati seperti halnya Darwin yang mempercayai teori evolusi.

Selasa, 11 September 2012

DEGRADASI SISTEM HUKUM


DEGRADASI SISTEM HUKUM


Berbincang dan berdiskusi mengenai kepastian hukum dan kekuatan bangsa adalah lebih ditekankan pada kondisi kekinian dan solusi dari dalam negera Indonesia itu sendiri. Kalimat yang demikian sebenarnya harus dibaca degradasi sistem hukum dan solusinya. Parahnya  sistem hukum Indonesia lebih kepada sisi penegakan hukumnya, setidaknya demikian dinyatakan Satjipto Rahardjo. Barometernya adalah demikian banyak kasus-kasus hukum yang tidak terpecahkan. Bukan karena tidak ada solusi, melainkan karena tidak mau menjalankan solusi.
Sebagai suatu komentar, tulisan ini berangkat dari tiga sudut pandang sintesis, yaitu sumber daya manusia, manuskrip hukum, dan budaya penegakan hukum. Pertama, dari sisi sumber daya manusia Indonesia. Sudah menjadi konsumsi publik dan bukan lah rahasia bahwa jumlah penduduk Indonesia termasuk salah satu yang terbesar di bumi. Namun kuantitas yang demikian besar bukan menjadi solusi terhadap kualitas penegak hukum karena pembangunan sumber daya manusia yang ada di Indonesia difokuskan pada pengembangan jati diri pemimpin bukan pelayan masyarakat.
Kedua, sudut pandang manuskrip hukum. Refleksi utama dari manuskrip hukum adalah rumusan-rumusan dalam aturan hukum di Indonesia acapkali diartikan atau diinterpretasikan dengan konsepsi salah dan dilatarbelakangi untuk kepentingan pribadi. Asumsi demikian adalah abstraksi dari banyaknya perdebatan ahli hukum yang diawali kasus hukum. Misinterpretasi yang riil nyata terjadi di Indonesia disebabkan demikian banyaknya perbedaan pendidikan yang didapatkan para ahli hukum Indonesia. Selaras dengan misinterpretasi, pun penguasa negara Indonesia tidak lupa mengejawantahkan hukum yang ada sesuai dengan kepentingan kelompoknya. Dengan demikian manuskrip hukum pun terdegradasi menjadi manuskrip yang penuh dengan kebobrokan.
Ketiga, budaya penegakan hukum. Budaya penegakan hukum juga menjadi indikator tergerusnya sistem hukum Indonesia dari yang semula begitu ideal dicitakan menjadi konsepsi riil nyata lemah. Sudah dikenal jelas adanya kesepahaman bahwa hukum lemah ke atas, kuat ke bawah. Situasi tersebut adalah kerangka kerja dan kerangka operasionalisasi hukum Indonesia saat ini.

Hukum Progresif Sebagai Solusi?
Tidaklah menjadi satu keharusan untuk mengikuti pola berpikir hukum progresif, di sini penuli mencoba memperkenalkan ide orisinil berupa transformasi sistem hukum. Tesis utama dari ide ini adalah “pada kondisi-kondisi tertentu hukum dibenarkan untuk diubah dari teksnya demi kemaslahatan bersama (demi kepentingan rakyat)” preposisi tersebut adalah refleksi kerja yang sebenarnya digunakan sebagai waham untuk membantah hukum progresif yang sejatinya tidak merepresentasikan konstruk-konstruk peubahan hukum.
Hukum transformatif adalah sebuah cita hukum yang lebih mementingkan manfaat atau kegunaan (utilitas) hukum yang memang nyata harus dilakukan mengingat sudah sedemikian parahnya kecelakaan hukum di Indonesia.

KONSTRUK FILSAFAT SOSIOLOGICAL JURISPRUDENCE 
Balada hukum dan ilmu sosial serta korelasinya adalah sebuah langkah performatif yang jelas dalam kaitan antara fakta fenomena sosial dan hukum. Dalam kajian filsafat hukum dengan aliran-alirannya, mazhab filsafat hukum yang dimulai dari hukum alam hingga yang berkembang terakhir Critical legal merupakan sebuah rangkaian kajian sebagaimana dialurkan oleh Hegel dengan dialektika tesa-antitesa-sintesa.
Pada kajian dialektika tersebut, Hegel menyatakan bahwa alur pikir metodis dari sebuah ilmu tidak lain merupakan proses yang tidak pernah berhenti. Demikian juga dalam konteks hukum. Substansi dari mazhab-mazhab filsafat hukum yang demikian banyaknya sebenarnya adalah sama yaitu pada keadilan. Kritik terhadap aliran sosiolegal jurisprudence adalah bahwa hukum yang ditelaah penerapannya tidak lagi murni hukum melainkan sudah terkontaminasi dengan sisi lain selain hukum.
Artikel yang berjudul “Sosiologi Hukum Atas Perkembangan Sosial-Politik” sebenarnya tidak lebih dari tulisan yang bersifat teoritik tanpa mempertimbangkan ruang lingkup nasional. Ini menjadi menara gading yang lepas dari realita meskipun judulnya membahas sosiologi hukum. Terpenting dan terlupa dari kajian yang dilakukan dalam tulisan tersebut adalah diskursus mengenai stratifikasi sosial yang jomplang di Indonesia, penghargaan terhadap rakyat yang sudah sedemikian rendahnya dan degradasi moral bangsa yang memang sudah memasuki level sangat memilukan.
Ibarat tangisan yang sudah terdengar hingga ke seluruh pelosok negeri, hukum pun sudah tidak punya lagi taring yang sama kepada semua orang. Semuanya tidak lagi sama, Equality Before The Law hanya menjadi semu belaka karena hukum hanya menjadi jargon kosong belaka.

Solusinya?
Ambang batas ketidaktaatan terhadap hukum di Indonesia sudah sedemikian tidak lagi dapat ditoleransi. Asumsi demikian adalah asumsi yang sifatnya hipotetik, namun demikian memang nyata. Demoralisasi hukum adalah kondisi riil yang memang nyata harus dihadapi. Penulis sendiri mengutamakan ide doktrin hukum yang mengutamakan utilitas sembari tidak melupakan legalitas.
Doktrin hukum yang coba dibangun adalah dengan memperhatikan tujuan negara Indonesia dengan menggunakan metode kepastian hukum. Diharapkan dengan demikian dapat menciptakan kondisi yang memang adil dan bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.