Entri Populer

Rabu, 04 Mei 2011

filsafat hukum


BAB I
PENDAHALUAN
A.  Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari teruatama dalam hal kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan ilmiah sering kali membahas tentang filsafat. Banyak orang bilang bahwa filsafat adalah pekerjaan yang sia-sia, bahkan Budiah memberikan ilustrasi bahwa filsafat itu bagaikan mencari kucing dalam ruangan yang gelap. Dalam arti negative bahwa kegiatan berfilsafat adalah ha yang sia-sia tetapi dalam arti positif bahwa filsafat itu membuat orang akan arif dan bijaksana dalam menanggapi sesuatu hal.
Pengertian Filsafat adalah berasal dari kata Yunani yaitu Filosofia berasal dari kata kerja Filosofein artinya mencintai kebijaksanaan, akan tetapi belum menampakkan hakekat yang sebenarnya adalah himbauan kepada kebijaksanaan. Dengan demikian seorang filsuf adalah orang yang sedang mencari kebijaksanaan, sedangkan pengertian “ orang bijak” (di Timur) seperti di India, cina kuno adalah orang bijak, yang telah tahu arti tahu yang sedalam-dalamnya(ajaran kebatinan), orang bijak/filsuf adalah orang yang sedang berusaha mendapatkan kebijaksanaan atau kebenaran, yang mana kebenaran tersebut tidak mungkin ditemukan oleh satu orang saja.
Pendapat yang menyatakan bahwa induk dari segala macam ilmu pengetahuan adalah Filsafat merupakan argumen yang hampir diterima oleh semua kalangan. Hal ini terbukti dengan adanya hubungan yang erat antara ilmu pengetahuan tertentu dengan filsafat tertentu, seperti filsafat hukum yang melahirkan ilmu hukum dan seterusnya.
Filsafat hukum adalah refleksi teoretis (intelektual) tentang hukum yang paling tua, dan dapat dikatakan merupakan induk dari semua refleksi teoretis tentang hukum.[1] Filsafat hukum adalah filsafat atau bagian dari filsafat yang mengarahkan (memusatkan) refleksinya terhadap hukum atau gejala hukum. Sebagai refleksi kefilsafatan, filsafat hukum tidak ditujukan untuk mempersoalkan hukum positif tertentu, melainkan merefleksi hukum dalam keumumannya atau hukum sebagai demikian (law as such).[2] Filsafat hukum berusaha mengungkapkan hakikat hukum dengan menemukan landasan terdalam dari keberadaan hukum sejauh yang mampu dijangkau oleh akal budi manusia.[3]
Masyarakat dalam menaati suatu hal yang disebut hukum  itu kerana berbagai alasan, sehingga filsafat hukum dalam hal ini menelaah pola pikir masyarakat sehingga menaati hukum. Menjadi suatu hal yang patut dikaji ternyata dalam perkembangannya hukum itu ditaati oleh masyarakat berdasarkan beberapa teori yaitu diantaranya : Teori Kedaulatan Tuhan, Teori Kedaulatan NegaraTeori Kedaulatan Rakyat dan Teori Kedaulatan Hukum
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah mengikatnya hukum berdasarkan :
1.       Teori Kedaulatan Tuhan?
2.       Teori Kedaulatan Negara?
3.       Teori Kedaulatan Rakyat?
4.       Teori Kedaulatan Hukum?

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Teori Kedaulatan Tuhan
Teori ini berkembang pada jaman abad pertengahan (dark age/jaman kegelapan) yaitu antara abad ke V sampai abad ke XV. Dalam perkembangannya teori ini sangat erat  hubunganya dengan berkembangangnya agama Kristen, yaitu melalui kelembagaan melalui gereja yang dipimpin oleh Paus.[4]
Pada perkembangannya agama tersebut mendapatkan pertentangan yang hebat karena agama Kristen waktu pada permulaannya bertentangan dengan kepercayaan pada watu itu di Eropa yaitu penyembahan kepada dewa-dewa atau pantheisme. Tetapi seiring berjalannya waktu agama Kristen terus berkembang dan dianut oleh sebagian besar masyarakat Eropa pada waktu tersebut. Beberapa penganut teori ini adalah Thomas Aquinos dan Marsilius.
Menurut teori ini segala hukum adalah harus bersumber dari tuhan dalam hal ini pada waktu itu adalah tuhan agamanya Kristen. Pandangan teori ini adalah tuhan sendiri yang menetapkan hukum dan pemerintah-pemerintah dunia adalah pesuruh-pesuruh berdasarkan kehendak tuhan.[5] Hukum dianggap sebagai kehendak atau kemauannya. Konsekuensi ketika manusia sebagai ciptaan tuhan adalah manusia wajib taat terhadap perintah tuhan. Teori kedaulatan tuhan ini sepeti membenarkan perlunya hukum dibuat oleh raja-raja sebagai wakil tuhan dalam bidang duniawi sedangkan untuk wakil tuhan dibidang spiritual dipegang oleh Paus. Ketika raja dianggap sebagai wakil tuhan maka hukum-hukum yang dikeluarkannya wajib ditaati oleh rakyatnya ketika memang mereka percaya bahwa raja adalah wakil tuhan di dunia. Berarti hukum ditaati oleh masyarakat berdasar teori kedaulatan tuhan adalah bahwa tuhan telah mewakilkan didunia melalui Paus dan raja sehingga peraturan yang dibuat mereka wajib ditaati oleh masyarakat sebagai ciptaan dari tuhan
B.  Teori Kedaulatan Negara
Menurut teori ini kedaulatan tidak berada dalam kedaulatan tuhan melainkan terletak pada kedaulatan sebuah negara. Konsepsinya negaralah yang menciptakan hukum sehingga seluruh rakyat harus tunduk pada ketentuan yang telah dibuat oleh negara. Adanya hukum dikarenakan adnya negara terlebih dahulu sehingga tiada suatu hukum yang berlaku kecuali yang dibuat oleh negara.Para penganut teori ini diantaranya adalah Jean Bodin dan Georg Jellinek.
Pada pemahaman teori ini kekuasaan tertinggi ada pada negara, terlepas apakah negara tersebut itu absolut maupun relative. namun yang menjadi catatan ketika dalam negara yang absolute yang berarti kekuasaan negara tidak terbatas yang mengakibatkan semua kehidupan negara diatur oleh negara maka mengakibatkan warga negara tidak akan mempunya kepribadian karena terkekang oleh hukum yang dibuat oleh negara. [6]
Terdapat kritik terhadap teori ini ketika hukum dianggap sebagai penjelmaan dari kemauan atau kehendak negara sehingga akan mempunyai kekuatan berlakunya ketika ditetapkan oleh negara, tetapi pelaksanaannya belum tentu demikian. dalam kenyatannya tenyata negara itu tunduk pada hukum, sepeti yang diungkapkan leon duguit. Jellinek menanggapi hal tersebut dengan menyatakan bahwa negara dengan sukarela mengikatkan dirinya atau mengahruskan dirinya tunduk pada hukum sebagai penjelmaan dari kehendaknya sendiri. Pendapat Jellinek tersebut masih ada bantahan dari Krabbe karena menurutnya bahwa negara ternyata tunduk pada hukum maka dengan demikian hukumlah yang lebih berdaulat daripada negara. Tetapi menurut teori ini adalah masyarakat suatu negara menaati hukum didasarkan bahwa negara tersebu menghendaki atau menetapkan hukum pada rakyatnya.
C.  Teori Kedaulatan Hukum
Dalam pandangan teori ini adalah bahwa yang mempunyai kedaulatan yang utama dalam suatu negara adalah hukum itu sendiri. konsekuensi logisnya adalah bahwa raja atau penguasa maupun rakyat bahkan negara pun wajib taat pada hukum. Sikap Maupun tingkah laku perbuatannya harus sesuai dengan hukum.[7]
Menurut Krabbe yang menjadi sumber hukum ialah rasa hukum yang terdapat dalam masyarkat itu sendiri atau volkgeist dari masyarakat tersebut. rasa hukum yang kadarnya masih rendah atau primitif disebut insthink hukum, sedangkan untuk kadarnya yang lebih luas disebut kesadaran hukum.[8]  Berdasarkan hal tersebut yang dinamakan hukum itu tidak timbul dari kehendak negara karena hukum tersebut berasal dari penjelmaan rasa yang dikehendaki masyarakat itu sendiri dan masyarakat pun menaati secara insting maupun secara sadar terhadap hukum tersebut karena masyarakat sebagai manusia mempunyai perasaan terhadap segala hal yang dirasakan adil ataupun tidak, begitu halnya terhadap suatu norma, ketika dianggap adil maka masyarakat akan menaatinya tetapi apabila tidak maka masyarakat tidak akan menaatinya.
Krenenburg pun berpendapat bahwa hukum positif tidak dapat dipaksakan oleh pemerintah menurut sekehendak hatinya, tetapi harus terdapat kecenderungan memperhatikan rasa hukum itu sendiri dan kesadaran hukum masyarakat. karena apabila pemerintah melaksanakan hukum dengan sekehendak haitnya maka akan timbul reaksi dari masyarakat, Ketika reaksinya lamban maka diwujudkan melalui yurisprudensi dan kebiasaan, tetapi apabila cepat maka kemungkinan terburuk seperti revolusi akan terjadi yang akan melemahkan dari pemerintah itu sendiri.Pada intinya menurut teori ini bahwa hukum ditaati ketika persaan rakyak menganggap hukum itu layak ditaati berdasarkan perasaan jiwa dari masyarakat..
D.  Teori Kedaulatan Rakyat
Menurut teori ini hukum ditaati oleh masyarakat karena masyarakat telah berjanji untuk mentaatinya, karena hukum dianggap sebagai kehendak bersama yang menjadikan hukum sebagai suatu consensus dari masyarakat. [9] Adapaun  beberapa sarjana yang mengikuti ajaran teori ini adalah J.J Rousseau Hugo de Groot, Thomas Hobbes Immanuel Kant, dan John Locke.
Menurut Thomas Hobbes pada mulanya manusia itu hidup dalam suasana belum opinium contra omnes (the war of all against all), selalu dalam berperang. Agar tercipta suatu keadaan yang damai dan tenteram maka diadakan suatu perjanjian antara semua dengan orang tertentu (pactum subjectum) yang akan diserahi kekuasaan untuk memimpin mereka.
Sedangkan menurut John Locke pada perjanjian masyarakat tersebut harus disertakan pula syarat-syarat yang antara lain kekuasaan yang diserahkan itu dibatasi oleh hak asasi manusia sehingga hal tersebut akan membatasi agar orang yang punya kekuasaan tersebut tidak sewenang-wenang. kemudian Rousseau berpendapat bahwa kekuasaan yang dimilki anggota masyarakat tetap pada individu-individu dan tidak diserahkan pada seseorang tertentu secara mutlak atau dengan syarat tertentu. kontruksi yang ingin dihasilkan meurut dia adalah demokrasi langsung. pemikirannya hanya cocok pada negara yang luas wilayah dan penduduknya sedikit, bukan pada negara yang modern seperti sekarang yang jumlah dan luas wilayah negaranya sangat banyak dan luas.
Immanuel Kant pun berpendapat bahwa tujuan dari adanya negara adalah untuk menjamin kebebasan terhadap warga negaranya. Dalam artian kebebasan ini dibatasi oleh undang-undang, sedangkan undang-undang disini yang berhak membuat adalah rakyat itu sendiri. Pemikiran Kant tersebut berarti ketika undnag-undang merupakan penjelmaan dari kemauan atau kehendak rakyat maka rakyatlah yang mewakili kekuasaan tertinggi, atau dengan kata lain hukum itu ditaati karena oleh rakyat dan untuk rakyat itu sendiri.




BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.      Menurut Teori Kedaulatan Tuhan bahwa hukum ditaati oleh masyarakat karena hukum itu bersumber dari tuhan melalui perwakilannya di dunia yaitu Paus dan Raja sehingga masyarakat sebagai manusia ciptaan tuhan menaati hukum yang telah diperintahkan oleh Paus ataupun Raja karena mereka adalah wakil tuhan di dunia.
2.      Menurut Teori Kedaulatan Negara bahwa kedaulatan tidak ditangan tuhan melainkan ada pada negara, sehingga hukum ditaati karena kehendak dari negara yang menetapkan hukum tersebut sehingga masyarakat dinegara tersebut harus menaati setiap hukum yang telah ditetapkan oleh negara tersebut.
3.      Menurut Teori Kedaulatan Hukum bahwa masyarakat menaati semua aturan hukum karena hukumlah yang lebih tinggi daripada negara sehingga masyarakat, penguasa bahkan negara wajib tunduk pada hukum.
4.      Menururt Teori Kedaulatan Rakyat bahwa hukum ditaati oleh masyarakat karena masyarakat telah berjanji untuk mentaatinya, karena hukum dianggap sebagai kehendak bersama yang menjadikan hukum sebagai suatu consensus dari masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Aveldorn, L.J van. 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Pradya Paramita.
Rasjidi, Lili dan Thania Rasjidi. 2007. Pengantar Fisafat Hukum. Bandung : CV Mandar Maju.
Soehino. 2005. Ilmu Negara, cetakan ke-5. Yogyakarta : Liberrty
Sidharta, Bernard Arif. 2000 Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum (sebuah penelitian tentang fundasi kefilsafatan dan sifat keilmuan lmu hukum sebagai landasan pengembangan ilmu hukum nasional Indonesia). Bandung : CV Mandar Maju.


[1] Lili Rasjidi, dalam Bernard Arif Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum (sebuah penelitian tentang fundasi kefilsafatan dan sifat keilmuan lmu hukum sebagai landasan pengembangan ilmu hukum nasional Indonesia), Bandung : CV Mandar Maju, 2000, hlm.119.
[2] Hukum positif adalah ialah terjemahan dari ius positum dalam bahasa latin, secara harfiah berarti hukum yang ditetapkan (gesteld recht). Jadi, hukum positif adalah hukum yang ditetapkan oleh manusia, karena itu dalam ungkapan kuno disebut stellig recht. Lihat J.J. H. Bruggink, Alih bahasa Arif Sidharta, Refleksi Tentang Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999, hlm 142
[3] Ibid. hlm 142
[4] Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta : Liberty, Cetakan ke-7, 2005, hlm. 152.
[5] Lili Rasjidi dan Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung : CV Mandar Maju, 2007, hlm. 82.
[6] Soehino, Op.Cit., hlm. 156.
[7] Soehino, Op.Cit., hlm. 156.
[8] Volkgeist adalah ungkapan yang disebut oleh Von Savigny karena dia mengatakan bahwa hukum itu tumbuh dan berkembang tergantung masyarakat itu sendiri, sehingga ia meolak bahwa hukum itu dikodifikasi. lihat Soehino, Op.Cit., hlm. 156.

[9] Lili Rasjidi dan Thania Rasjidi, Op.Cit., hlm 83

Tidak ada komentar:

Posting Komentar